Akuntansi dalam Perkebunan


Ketua umum Masyarat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) pusat, Hamid Yusup, mengatakan, hingga kini Indonesia belum menerapkan standar akuntansi perkebunan dalam penentuan nilai wajar aset tanaman/biological assets.

Jika standar akuntansi perkebunan bisa diterapkan maka kinerja aset berbasis kepada kinerja investasi dan keuangan yang efisien dalam tataran akuntabilitas dapat diukur secara wajar.

"Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia belum bisa berkompetisi di dunia Internasional, padahal Indonesia memiliki areal perkebunan terluas di dunia dan juga merupakan salah satu negara produsen yang diperhitungkan di dunia internasional seperti kelapa sawit dan karet. Sumut sendiri memiliki ekspor terbesar dari sektor perkebunan,", katanya, pagi ini.

Dikatakan, besarnya potensi dan aset perkebunan yang ada di Indoensia seharusnya menjadi “pemain” di tingkat dunia sehingga dinilai Indonesia belum siap berkompetisi termasuk para pengusahanya.
diambil dari : http://www.waspada.co.id

Karena tak pernah menerapkan nilai wajar atas aset tanaman dalam hubungan dengan pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK) dan tinjaun terhadap standar akuntansi keuangan internasional (FRS), padahal para Indonesia memiliki banyak penilai aset.

“Di dunia pemberlakuan nilai wajar (fair value) sebagai penentuan dan pengukuran nilai aset tanaman pada pencatatan di laporan keuangan suatu entitas sudah dimulai tahun 2001. Indonesia dijadwalkan penerapan mulai 2012. Seminar ini salah satu upaya menggali dan menerapkan nilai aset tanaman,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar